Kecenderungan para pendidikan Kristen di era modern menerapkan sistem pendidikan keleluasaan tidak terbatas kepada peserta didiknya. Namun justru pendidikan Kristen pada era modern ini harus menerapkan prinsip-prinsip Kekristenan yang kuat untuk mendidik peserta didik. Hal ini perlu dilakukan mengingat era modern ini muncul pengaruh-pengaruh negatif yang sangat kuat untuk mempengaruhi pemikiran dan tindakan peserta didik sehingga bisa keluar jalur dari prinsip-prinsip Kekristenan.
Tanggung jawab pendidikan Kristen terutama adalah terletak pada orang tua, yaitu ayah dan ibu dari peserta didik tersebut (Amsal 1:8). Kebanyakan orang tua mempercayakan pendidikan Kristen kepada gereja, sekolah minggu, maupun sekolah-sekolah Kristen. Mereka beranggapan bahwa pelayan-pelayan gereja maupun guru-guru di sekolah Kristen lebih paham tentang prinsip-prinsip Kekristenan dan lebih profesional dalam mengangani peserta didik. Namun mereka lupa bahwa persentase perjumpaan dan kedalaman emosional antara orang tua dengan pelayan-pelayan gereja maupun para guru sekolah Kristen itu berbeda, di mana jelas-jelas orang tualah yang memiliki keunggulan tersebut. Allah sendiri telah meletakan tugas untuk merawat, mengasuh, dan mendidik anak-anak ke dalam tangan orang tua. Merekalah yang harus mempersiapkan anak-anak mereka agar hidup berkenan kepada Allah. Gereja, sekolah minggu dan sekolah-sekolah Kristen membantu dalam proses pendidikan tersebut.
Tujuan pendidikan Kristen adalah untuk mengajar peserta didik takut akan Tuhan, hidup menurut jalan-Nya, mengasihi-Nya, dan melayaninya dengan segenap hati dan jiwa mereka (Ulangan 10:12). Berbeda dengan pendidikan sekuler yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang penuh ambisi untuk sukses, mandiri, dan percaya pada kekuatan sendiri pendidikan Kristen mendidik anak-anak untuk memiliki sikap mementingkan Tuhan di atas segala-galanya, taat pada Tuhan, dan bergantung pada kekuatan Tuhan untuk terus berkarya. Nilai-nilai yang penting dalam pendidikan Kristen adalah kasih, ketaatan, kerendahan hati, dan kesediaan untuk ditegur.
Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan teguran dan hajaran dalam kasih (Amsal 6:23). Ada teori pendidikan modern yang menyarankan agar orang tua jangan pernah menyakiti anak-anak mereka, baik secara fisik maupun secara verbal, atau melalui kata-kata karena hal tersebut dapat menimbulkan kebencian dan dendam pada orang tua dalam diri anak-anak. Teori ini menganjurkan orang tua untuk membangun anak-anaknya hanya melalui pujian dan dorongan. Hal ini bertentangan dengan kebenaran Alkitab yang mengatakan bahwa teguran dan hajaran juga dapat mendidik anak sama efektifnya dengan pujian dan dorongan, selama semuanya dilakukan dalam kasih.
Pendidikan Kristen harus dilakukan secara terus-menerus melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan (Ulangan 6:7). Kata bahasa Ibrani yang dipakai dalam ayat ini adalah "shinnantam", yang berasal dari akar kata "shanan" yang berarti mengasah atau menajamkan, biasanya pedang atau anak panah. Kata ini dipakai sebagai simbol untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti orang mengasah sesuatu dengan tujuan untuk menajamkannya. Orang tua tidak dapat hanya mengandalkan khotbah atau pelajaran Alkitab setiap hari Minggu untuk memberi "makanan rohani" bagi anak-anak mereka. Orang tua harus secara rutin dan dalam segala kesempatan menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anak mereka. Lebih jauh lagi, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka, bukan hanya melalui perkataan, tapi juga perbuatan,
Tanggung jawab pendidikan Kristen memang bukan tugas yang mudah, baik bagi bangsa Israel pada zaman Perjanjian Lama maupun bagi kita pada zaman sekarang. Setiap zaman memiliki kesulitan dan pergumulan masing-masing, namun prinsip-prinsip dasar pendidikan Kristen yang Alkitabiah tetap bertahan di tengah berbagai teori pendidikan baru yang muncul. Jika orang Israel menafsirkan Keluaran 13:9 atau Ulangan 6:8 secara harafiah dengan mengikatkan tali sembahyang pada lengan dan dahi mereka maka saat ini kita yang sudah mengerti makna sesungguhnya dari perintah ini harus senantiasa merenungkannya dalam pemikiran kita, mengatakannya setiap hari, dan melakukannya dengan segenap kemampuan tangan kita.