Dr. Seto Mulyadi, S. Psi., M.Si. biasa disapa Kak Seto, beliau pernah berkata, “Pendidikan itu perhiasan diwaktu senang dan tempat berlindung diwaktu susah (Education is an ornament in propority and a refuge in ad versity).
Merenungkan kutipan di atas menjadi sebuah pertanyaan, benarkah pendidikan itu perhiasan diwaktu senang? dan tempat berlindung diwaktu susah? Mengamati kenyataan pendidikan sekarang ini, ada banyak tamatan perguruan tinggi yang sudah menyandang titel sarjana namun tinggal “titel” mengapa? Pertanyaan ini sederhana namun sulit memberi jawaban yang tepat untuk dituangkan disebuah tulisan, seringkali ditempat-tempat tertentu menjadi bahan perbincangan seolah-olah dalam perbincangan sudah mendapat jawaban tetapi itu hanya sekedar perbincangan belaka tidak menghadirkan sebuah solusi.
Guru tentu tugasnya mengajar, menyampaikan materi sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan, bukankah tujuan guru sudah jelas? Sebuah perenungan kita bagaimana guru yang bertugas sudahkah menjalankan tugasnya dengan benar? bisa ia, bisa tidak. Sebab guru, jikalau mengajar dijadikan sebagai panggilan hidup maka pasti dia mengajar dengan sepenuh hati tanpa diawasi.
Sidjabat S. Binsen, pernah berkata dalam bukunya: pendidikan Kristen Konteks Sekolah. “Guru profesional adalah guru yang mengajar bukan sebagai kewajiban, melainkan sebagai kesempatan; bukan sebagai mata pencarian, melainkan sebagai panggilan hidup; bukan dengan sehati, melainkan dengan sepenuh hati; bukan hanya dengan otak melainkan juga dengan hati sanubari. Kalam hidup (2018:79)
Kutipan di atas, mengingatkan guru Kristen yang mengajar bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai kesempataan, tentu banyak yang dimaksud dengan kesempatan: kesempatan mentransfer ilmu kepada anak didik, kesempatan untuk membentuk anak dalam integritas dan lain-lain bahkan intinya sebagai guru Kristen kesempatan untuk memperkenalkan Yesus sebagai guru Agung yang patut diteladani, bahkan lebih dari pada itu kesempatan memperkenalkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Sering kali guru Kristen berkata itu bukan tugas saya, saya mengajar bidang study lain, dan untuk menyampaikan berita tentang Yesus itu tugas guru agama....kasihan ya! jika ini terjadi di kalangan guru Kristen maka panggilannya sebagai guru hanya sebuah kewajiban sekaligus menjadikan sebagai mata pencarian dan bukan panggilan.. sebagai guru Kristen mari kita mengoreksi panggilan kita sebagai guru.
Guru tugasnya menyampaikan materi pelajaran tentu tugas anak didik menerima pelajaran yang disampaikan guru kepadanya. Kesungguhan anak-anak didik dalam proses belajar mengajar pada masa kini sangat meprihatinkan misalnya anak-anak melawan guru/memukul guru, anak didik merokok dikelas, anak didik melawan orangtua, dll jikalau begini anak didik dimana “keharuman” pendidikan?, dan apa yang dibanggakan. Lingkungan bukan lagi untuk dicontoh, lingkungan hanya sekedar meramaikan. Jika terjadi perbuatan yang tidak terpuji, keji yang pelakunya anak didik, guru( sebagai pendidik), orangtua sebagai pengasuh semua saling menyalahkan. Orang tua menyalahkan guru, guru menyalahkan anak dan masyarakat luas menyalahkan lingkungan.
Menarik benang merah sulit sekali, sehingga setiap lembaga pendidikan Kristen mari kita arif dan bijaksana dalam mendidik anak didik kita, agar ke “haruman” lembaga pendidikan dapat “tercium” bukan saja hanya dilingkungan sekitar namun diseluruh Indonesia dan lebih luas lagi diseluruh dunia. Sehingga pendidikan itu baru dapat disebut perhiasan diwaktu senang dan tempat berlindung diwaktu susah. Amin
Terima kasih
Salam,
Arosokhi laoli