Menurut Insan Kamil, pendidikan merupakan usaha sadar yang sistematis dalam mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia untuk menjadi manusia yang seutuhnya (Neolaka, 2017), kemudian menurut J.J. Russeau, pendidikan adalah pembekalan yang tidak ada pada saat anak-anak, akan tetapi dibutuhkan pada saat dewasa (Neolaka, 2017). Selain menurut para ahli, pendidikan menurut UU No. 2/1989 merupakan usaha yang sengaja dilakukan dalam menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan juga pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang (Neolaka, 2017). Dari tiga definisi pendidikan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan membimbing, melatih, dan juga belajar yang dilakukan seseorang dalam mempersiapkan masa depan.
Pendidikan bagi masa depan seorang anak tentulah sangat penting. Oleh sebab itu, tidaklah heran jika orang tua selalu ingin menyekolahkan anaknya di sekolah yang terbaik dengan harapan anak tersebut mendapatkan pendidikan yang terbaik sehingga dapat menyiapkan masa depan yang baik pula untuk anak tersebut. Sekolah merupakan sarana atau tempat seseorang mendapatkan sebuah pendidikan. Di sekolah, setiap anak akan diajarkan banyak hal, mulai dari kognitif, afektif dan juga psikomorik. Tiga ranah tersebut haruslah dikembangkan oleh sekolah secara seimbang sehingga tidak terjadinya ketimpangan-ketimpangan yang nantinya akan menyulitkan anak tersebut pada saat berkehidupan sehari-hari di masyarakat.
Saat ini banyak sekolah yang hanya melihat aspek psikomotor dan kognitif dalam diri peserta didik sebagai hal yang paling penting dalam pendidikan di sekolah dan harus diberikan kepada siswa, sedangkan afektif merupakan “tambahan” dari sebuah pendidikan. Padahal, aspek afektif tidak kalah pentingnya dengan pendidikan kognitif dan juga psikomotor. Ketidakseimbangan pendidikan ini akan mempengaruhi masa depan seseorang. Sebagai contoh, Gayus Tambunan yang merupakan tersangka dalam kasus penggelapan dana ketika ia bekerja di Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Gayus Tambunan merupakan alumni dari Sekolah Tinggi negeri yang ternama di Indonesia. Masyarakat juga sudah mengakui bahwa hanya orang-orang yang memiliki pengetahuan yang baiklah yang dapat bersekolah di sekolah tersebut. Hal ini membuktikan bahwa Gayus Tambunan merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik. Namun meskipun ia memiliki kognitif yang baik, ia tidak memiliki afektif yang baik pula. Hal ini dapat terlihat ketika ia tidak dapat bertanggung jawab dengan pekerjaannya dengan melakukan korupsi. Gayus Tambunan merupakan gambaran dari hasil dari pendidikan yang sangat menitikberatkan sebuah kognitif namun tidak disertai afektif. Selain Gayus Tambunan, masih banyak lagi orang-orang yang sangat pintar namun tidak memiliki afektif yang baik misyalnya perakit bom, hacker, dan masih banyak lagi.
Setiap manusia telah jatuh ke dalam dosa dan kehilangan kemuliaan-Nya( Kej 3), hal inilah yang membuat seseorang akan selalu jatuh untuk melakukan hal-hal yang ia sukai (hal yang disukai manusia pastinya keinginan-keinginan daging yang selalu bertolak belakang dari Tuhan), sehingga tidak heran jika Gayus Tambunan melakukan korupsi dan menggunakan setiap kognitifnya untuk menyusun setiap kegiatan korupsinya dengan baik. Sebagai guru Kristen, hal ini merupakan PR besar untuk kita. Siswa merupakan tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan kepada kita, di mana Tuhan memberikan kesempatan kepada kita untuk mendidik seorang anak menjadi pribadi yang serupa dengan-Nya. Sebagai Guru Kristen kita harus dapat membimbing seorang anak untuk mencapai kognitif yang baik karena Tuhan telah memberikan setiap anak kemampuan untuk berfikir dengan baik dan juga mendidik siswa sama seperti mendidik kognitif (tidak berat sebelah) untuk dapat memiliki afektif yang baik dimana kita dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan (afektif) sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, karena Firman Tuhan merupakan suatu nilai kebenaran yang absolut. Selain itu juga, kita memiliki tanggung jawab untuk dapat menjadi mitra kerja Allah dalam menuntun setiap siswa untuk mengenal Allah sebagai Juru Selamat. Setiap siswa yang telah ditransformasi oleh Allah Roh Kudus pastinya akan terus di proses menjadi seseorang yang lebih baik, sehingga jika siswa yang telah di transformasi oleh Roh Kudus akan terus bergumul untuk memiliki karakter seperti Kristus. Kognitif atau psikomotor yang baik dan juga disertai dengan afektif seperti Kristus merupakan PR (Pekerjaan Rumah) untuk kita sebagai guru Kristen agar terus berusaha dalam mendidik setiap siswa sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Marchelita, S.Pd
Guru SMA Kristen Makedonia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar