Notification

×

Didikan Benar, Bahagia Besar

Selasa, 23 Juni 2020 | 02.55.00 WIB Last Updated 2020-06-23T09:56:55Z
“Mendidik anak, ah itu gampang saja. Ada banyak kok referensi yang bisa diperoleh. Tinggal masukkan saja kata kuncinya tepat, maka mesin pencari pun akan memberi jawaban yang juga tepat.”
Ya, itulah ujaran anak zaman “NOW” bila ditanya soal bagaimana mendidik anak, ucapan khas orang muda yang sudah paham dengan teknologi. Generasi ini sering disebut dengan Generasi Milenial, yakni generasi yang lahir di antara tahun 1980-2000an, di mana masa itu terjadi perubahan teknologi yang signifikan, seperti televisi dari hitam-putih jadi berwarna, telepon genggam juga sudah dicipta, termasuk jaringan internet yang sudah diperkenalkan. Generasi yang sangat fasih dalam menggunakan teknologi.
Generasi Milenial, kini tak lagi remaja. Usianya menanjak dewasa, 17-37 tahun. Banyak diantaranya bahkan sudah menjadi orangtua. Bukan sesuatu yang mengherankan jika dalam hal mendidik putra-putri mereka pun tidak terlepas dari penggunaan teknologi. Mencari referensi mendidik pun sangat mudah dengan mengandalkan Aplikasi dan mesin pencari. Caranya pun mudah saja, seperti sudah disinggung diatas, tinggal masukkan kata kunci “mendidik anak”, selanjutnya mesin pencari akan menyuguhkan banyak sekali informasi. Dengan mesin pencari, semua informasi memang mudah didapat dan membanjir. Tapi, tentu saja tidak semua informasi yang tersedia bisa diaplikasikan begitu saja. Tidak tentu juga informasi yang didapat sejalan dengan apa kata kitab suci. Inilah tantangan orang tua muda masa kini. Bukan hanya dituntut menjadi orangtua yang kreatif, tapi juga selektif.
Boleh saja mengonsumsi informasi tentang mendidik dari manapun sumbernya; tapi juga harus jeli menyeleksi, apalagi sampai mengaplikasikan, harus betul-betul yang patut dipegang. Bagi orang Kristen, tentu saja Alkitab menjadi pegangan. Untuk itu, tidak bisa tidak, orangtua harus mencari tahu apa kata alkitab soal mendidik. Saya mengajak anda untuk melihat ke dalam buku Amsal:
“Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya. DIDIKLAH anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.” - Amsal 15 & 17
Dari apa kata Amsal ini kita mendapat pengertian yang begitu gamblang tentang bagaimana mendidik. Mendidik tidaklah selalu terkonotasi dengan guru-menggurui, atau ajar-mengajari. Mendidik memiliki pengertian yang jauh lebih luas dari sekedar itu. Dalam bahasa aslinya, kata DIDIKLAH di Amsal ini menggunakan “yacar” (Pengucapan: yaw-sar’) yang berarti menghajar, mendisiplin, menginstruksikan, dan menegur. Mendidik bukanlah sekadar mentransfer ilmu atau pengertian, tapi bagaimana orang bisa melatih dengan ketat orang yang dididiknya. Dalam melatih anak sangat diperlukan bagaimana memberikan ajaran, tuntunan, pimpinan yang baik dan benar. Bukan soal pandai dalam memberi intruksi terhadap anak, tapi juga harus pintar memberi contoh atau teladan.
Kata orang jawa, guru itu akronim dari “gugu” dan “Tiru” (dipercaya dan diteladani). Guru bagi orang jawa adalah orang yang sangat luhur. Guru adalah orang yang seharusnya bisa dipercaya dan diteladani. Guru tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan berhitung saja, tapi juga memberi teladan. Dirinya adalah contoh. Begitu juga orangtua yang bertugas mendidik kepada putera-puterinya. Sejatinya orangtua juga tengah menjalankan fungsi sebagai guru yang harus bisa dipercayai (berintegritas) dan harus bisa diteladani putera-puterinya. Konsisten antara kata dengan tindakan; Konsisten akan apa yang diajarkan dengan yang dilakukan. Di sini anak akan memperhatikan dan menilai. Jika keduanya tidak sinkron, maka jangan harap anak akan meneladani. Bukan tidak mungkin anak akan membalikkan perkataan kita dengan mengontraskan apa yang diajarkan dengan ketidakkonsistenan kita melakukan.
Bukan itu saja, sering kita jumpai orang tua yang membesarkan anaknya bukan saja tidak bisa menjadi teladan, bahkan tidak bisa dan tidak mampu mendisiplinkan anaknya. Akibatnya, anak menjadi liar. Anak menjadi tidak jelas dan tegas tentang apa itu baik dan apa itu tidak baik; apa itu salah dan apa itu benar. Sebab orangtua tidak pernah memberi hukuman yang tegas tentang kesalahan yang diperbuat anaknya. Amsal berkata dengan jelas: “Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya.” jangan sampai anak sudah terlanjur besar, dewasa dan kita kehilangan kekang terhadapnya. Bukan tidak mungkin kelak akan mempermalukan keluarga. Dan kalau sudah demikian, maka hanya sesal saja yang bisa dirasakan.
Sesal memang selalu ada di belakang. Sebelum sesal itu benar datang, maka didiklah anak-anak kita dengan benar. Hukum dan disiplinkanlah, sebelum membawa malu bagi keluarga. Jangan hanya memfasilitasi anak dengan pelbagai macam gadget yang membuat dia tampak terlihat modern, tapi penting menjadi seorang model bagi anak. Sehingga anak bisa meneladani kita. Bukankah itu yang juga diajarkan Paulus dan Kristus? Didiklah anak dengan benar, niscaya itu semua membawa bahagia besar.

Pdt. Slamet Wiyono
Gereja Reformasi Indonesia
×
Berita Terbaru Update